Kamis, 04 Agustus 2011

EMS (Environment Monitoring Systems)

Environment Monitoring Systems atau secara harafiah bisa diartikan Sistem Pemantauan Lingkungan, fungsi utamanya adalah memonitor operasional Data Center dari ancaman lingkungan yang kritis disekitarnya, karena Data Center bekerja secara Non-Stop dan mempunyai tingkat tertinggi dari sisi monitoring dan perlindungan. Beberapa contoh ancaman yang harus dipantau untuk meminimalisir gangguan adalah : suhu, kelembaban, kebocoran air, human error, getaran, tegangan dan pemadaman listrik secara tiba-tiba. Akibat dari ancaman tersebut jika tidak dimanage dengan baik adalah : merusak equipment yang terpasang, membuat kinerja equipment menjadi lambat dan tidak menutup kemungkin dapat menimbulkan shutdown pada Power Supply equipment utama Data Center, seperti : Server, Storage dan Network Device. Dampak lain akibat permasalahan lingkungan di area Data Centre adalah : Biaya ekstra akibat pengantian cuku cadang yang rusak, turunnya produktivitas SDM karena terjadi Downtime, hilangya profit untuk korporasi yang berbasis billing systems

Ketika sensor cerdas (Modular Sensor, tipenya bervariasi diantaranya : Sensor Status On/Off AC, Water Leakage, Door Contact, Temperature, Humidity, Vibration, Air Flow, Voltage dan Smoke) bekerja untuk melacak kondisi lingkungan Data Centre dan sistem mendeteksi adanya kelainan, seperti peningkatan suhu di atas batas yang direkomendasikan, maka EMS akan mengirimkan peringatan dini berupa : Sinyal Alarm, LED yang berkedip, Buzzers, dan pesan melalui email atau SMS melalui jaringan GSM (Optional). Setelah menerima peringatan, maka System Administrator atau Network Administrator yang selalu stanby di NOC (Network Operation Center) dapat menyelidiki dan mengatasi masalah tersebut.

EMS yang kami supply telah memiliki fitur IP Base yang membuatnya dapat diakses untuk secara remote melalui Local Area Network, Wide Area Network atau Internet. Sehingga System Administrator atau Network Administrator dapat dengan mudah melakukan tugas-tugas pemantauan secara lokal pada ruangan Data Center melalui PC Desktop / Notebook yang terhubung ke EMS melalui Port Ethernet atau Port COM yang sudah tertanam pada unit EMS. Integrasi EMS dengan peralatan eksternal dilakukan melalui port Dry Contact. Data Center yang menggunakan PAC (Precision Air Conditioning), Fire Supression dan UPS umumnya memiliki port Dry Contact yang tujuannya untuk mewakili satu atau lebih kondisi kritis untuk tujuan pemantauan.

Kamis, 28 Juli 2011

Green Data Center

Maraknya isu lingkungan hidup terutama Global Warming telah menjadi tema sentral saat ini, tidak terkecuali bagi pelaku bisnis teknologi ICT. Ada berbagai sorotan, gagasan, dan usulan ICT yang berbasis kepada upaya penyelamatan lingkungan hidup demi kemaslahatan umat pada masa yang akan datang, diantaranya Data Center. Selama ini, keberadaan Data Center identik dengan : kebutuhan catu daya listrik yang sangat besar untuk proses komputasi yang kontinnyu (Non Stop), yang akan berdampak pada permasalahan Energi. Menurut lembaga riset global, IDC dan Gartner. IDC menilai bahwa untuk setiap US$1 investasi piranti keras di Data Center, akan muncul tambahan biaya US$0,5 pada Power dan Sistem Pendinginan. Angka tambahan ini naik dua kali lipat dari jumlah tahun sebelumnya. Gartner bahkan memprediksi separuh dari Data Center di dunia pada 2008 akan kekurangan kapasitas Power dan Cooling akibat krisis Energi. Dari permasalahan tersebut, dibutuhkan model baru Data Center yang ramah lingkungan atau Green Data Center.

Untuk menerapkan Green Data Center, banyak hal yang harus dilakukan, diantaranya : Mengaudit efisiensi Data Center, Menggunakan UPS yang memiliki efisiensi hingga 97%, Virtualisasi Server dan Storage Data Center. Selanjutnya, lalukan konsolidasi data Server dan Storage, Penggunaan fitur Manajemen Energi pada CPU, Penggunaan Power Supply dan Voltage Regulator tersertifikasi, Adopsi distribusi Energi terefisien dan Adopsi Sistem Cooling terbaik. Dua langkah terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah menerapkan prioritas tindakan dalam mereduksi Energi sekaligus menonaktifkan peralatan ICT yang sudah dalam kondisi idle di sebuah Data Center.

Rabu, 20 April 2011

Data konversi AC

Berikut ini Data konversi untuk Energy AC :

1 kW = 3412 btuh

1 kCal = 3.968 btuh

1 TR = 3.517 kW

1 PK = 9000 btuh

Sedangkan untuk work conversion 1 HP = 0.745 kW

berguna untuk menentukan besaran besaran penentuan AC

sekedar contoh:

Umumnya AC yang dijual dalam satuan PK:
1/2 PK = 5000 BTU
3/4 PK = 7000 BTU
1 PK = 9000 BTU
1-1/2 = 12000 BTU

Kalau untuk penggunaan rumus sederhana = 500 BTU/m²

Jadi untuk kamar tidur 3 x 4 m² = 12 m² x 500 BTU = 6000 BTU, cukup memakai AC 3/4 PK.


Selasa, 11 Januari 2011

Pengaruh Harmonik pada Transformator Distribusi

Prinsip Dasar
Harmonik adalah gangguan yang terjadi pada sistem distribusi tenaga listrik akibat terjadinya distorsi gelombang arus dan tegangan. Pada dasarnya, harmonik adalah gejala pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya. Hal ini disebut frekuensi harmonik yang timbul pada bentuk gelombang aslinya sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut angka urutan harmonik. Misalnya, frekuensi dasar suatu sistem tenaga listrik adalah 50 Hz, maka harmonik keduanya adalah gelombang dengan frekuensi sebesar 100 Hz, harmonik ketiga adalah gelombang dengan frekuensi sebesar 150 Hz dan seterusnya. Gelombang-gelombang ini kemudian menumpang pada gelombang murni/aslinya sehingga terbentuk gelombang cacad yang merupakan jumlah antara gelombang murni sesaat dengan gelombang hormoniknya.

Sumber Harmonik pada Sistem Distribusi
Dalam sistem tenaga listrik dikenal dua jenis beban yaitu beban linier dan beban non linier. Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran yang linier artinya arus yang mengalir sebanding dengan impedensi dan perubahan tegangan. Sedangkan beban non linier adalah bentuk gelombang keluarannya tidak sebanding dengan tegangan dalam setiap setengan siklus sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan keluarannya tidak sama dengan gelombang masukannya (mengalami distorsi). Beban non linier yang umumnya merupakan peralatan elektronik yang didalamnya banyak terdapat komponen semi konduktor, dalam proses kerjanya berlaku sebagai saklar yang bekerja pada setiap siklus gelombang dari sumber tegangan. Proses kerja ini akan menghasilkan gangguan atau distorsi gelombang arus yang tidak sinusoidal. Bentuk gelombang ini tidak menentu dan dapat berubah menurut pengaturan pada parameter komponen semi konduktor dalam peralatan elektronik. Perubahan bentuk gelombang ini tidak terkait dengan sumber tegangannya.

Beberapa peralatan yang dapat menyebabkan timbulnya harmonik antara lain komputer, printer, lampu fluorescent yang menggunakan elektronik ballast, kendali kecepatan motor, motor induksi, batere charger, proses eletroplating, dll. Peralatan ini dirancang untuk menggunakan arus listrik secara hemat dan efisien karena arus listrik hanya dapat melalui komponen semi konduktornya selama periode pengaturan yang telah ditentukan. Namun disisi lain hal ini akan menyebabkan gelombang mengalami gangguan gelombang arus dan tegangan yang pada akhirnya akan kembali ke bagian lain sistem tenaga listrik. Penomena ini akan menimbulkan gangguan beban tidak linier satu phase. Hal di atas banyak terjadi pada distribusi yang memasok pada areal perkantoran/komersial. Sedangkan pada areal perindustrian gangguan yang terjadi adalah beban non linier tiga phase yang disebabkan oleh motor listrik, kontrol keepatan motor, batere charger, electroplating, dapur busur listrik, dll.

Pengaruh Harmonik pada Komponen Sistem Distribusi
Setiap komponensistem distribusi dapat dipengaruhi oleh harmonik walaupun dengan akibat yang berbeda. Namun demikian komponen tersebut akan mengalami penurunan kinerja dan bahkan akan mengalami kerusakan. Salah satu dampak yang umum dari gangguan harmonik adalah panas lebih pada kawat netral dan transformator sebagai akibat timbulnya harmonik ketiga yang dibangkitkan oleh peralatan listrik satu phase. Pada keadaan normal, arus beban setiap phase dari beban linier yang seimbang pada frekuensi dasarnya akan saling mengurangi sehingga arus netralnya menjadi nol. Sebaliknya beban tidak linier satu phase akan menimbulkan harmonik kelipatan tiga ganjil yang disebut triplen harmonik (harmonik ke-3, ke-9, ke-15 dan seterusnya) yang sering disebut zero sequence harmonik (lihat Tabel 1). Harmonik ini tidak menghilangkan arus netral tetapi dapat menghasilkan arus netral yang lebih tinggi
dari arus phase.

Tabel 1. Polaritas dari Komponen Harmonik
Harmonik 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Frequensi (Hz) 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Uruan + - 0 + - 0 + - 0


Identifikasi Jenis Beban
Jenis beban yang dipasok, misalnya peralatan apa yang dipakai oleh konsumen. Bila banyaknya peralatan yang mempunyai komponen utama terbuat dari bahan semikonduktor seperti komputer dan alat bantunya, pengatur kecepatan motor, atau peralatan lain yang menggunakan arus searah maka dapat diperkirakan masalah harmonik ada diintalasi konsumen tersebut.
Pemeriksaan Transformator Untuk transformator yang memasok beban non linier apakah ada kenaikan temperaturnya tidak normal. Arus sekunder transformator baik phase maupun netral perlu dilihat. Bandingkan arus netralnya dengan arus phase pada keadaan beban tidak seimbang. Apabila arus netralnya lebih besar maka dapat diperkirakan adanya trilen harmonik dan kemungkinan turunnya kinerja transformator.


Pemeriksaan Tegangan Netral Tanah
Terjadinya arus lebih pada kawat netral (untuk sistem 3 phase dan 4 kawat) dapat diktahui dengan melihat tegangan netral-tanah pada keadaan berbeban. Apabila tegangan yang terukur lebih besar dari 2 Volt maka terdapat indikasi adanya masalah harmonik pada beban tersebut. Apabila indikasi-indikasi adanya harmonik telah diketahui maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengatasi masalah gangguan harmonik antara lain dengan mengetahui harmonik untuk menentukan harmonik-harmonik yang dominan dan sumber utamanya.

Usaha-usaha Untuk Mengurangi Harmonik
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh harmonik pada sistem distribusi antara lain:

Memperbesar Kawat Netral
Setiap sistem distribusi biasanya memakai sistem 3 phase empat kawat, yaitu 3 kawat untuk ketiga phase dan 1 kawat lagi untuk netral. Apabila beban yang dipasok non linier sehingga pengaruh harmonik lebih dominan maka untuk mengatasi panas lebih pada kawat netral akibat pengaruh harmonik sebaiknya ukuran kawat netral diperbesar dari ukuran standarnya. Begitu juga pada panel-panel listrik disarankan kawat netral untuk sistem pentanahannya diperbesar dari ukuran standarnya.

Menurunkan Kapasitas Transformator
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh harmonik pada sistem distribusi adalah dengan mengurangi kapasitas suplai daya transformator (derating fransformator). Dalam menentukan besarnya pengurangan kapasitas transformator ada metode sederhana yang dapat dipergunakan yaitu dengan memakai persamaan sebagai berikut:

KVA baru = THDF x KVA pengenal ..................persamaan (1)

di mana THDF adalah Transformator Harmonic Derating Factor,

THDF = [1,414 x (arus phase rms) / (arus puncak phase sesaat)] x 100%
= [(1,414 x 1/3 x (Ir + Is + It)rms / 1/3 x (Ir + Is + It)puncak] x 100%

Usaha Penanganan Lebih Lanjut

Untuk instalasi konsumen yang memerlukan kualitas listrik yang lebih baik dan handal, untuk mengurangi pengaruh harmonik maka pada transformator distribusi atau panel kontrol utama perlu dipasang peralatan proteksi, yaitu antara lain filter harmonik (harmonic filter), reaktor blok (bloking reactor) atau bank kapasitor (capacitor bank).

Hasil Pengujian

Pengujian dilakukan terhadap 20 buah transformator distribusi milik PLN Cabang Bekasi yang mewakili beberapa jenis konsumen. Waktu pengujian dilakukan pada siang hari antara pukul 10.00 - 15.00 wib. Data hasil pengukuran variabel yang dapat diukur antara lain:

Besaran arus rms sebenarnya (true-rms current) dan arus puncak (peak-current);
Besaran rms dan puncak untuk arus, tegangan dan daya;
Besarnya harga THD rms, tegangan, arus dan daya harmonik pada setiap phase sampai pada harmonik ke-31;
Besarnya arus netral;
Beban puncak;
Beda phase;
Beban puncak;
Beda phase;
Power faktor;
Komponen DC pada setiap phase;
Crest factor; dan
K faktor.

Dari variable atau besaran listrik yang diperoleh dari pengukuran dapat diperoleh nilai THDF dan kapasitas baru transformator dengan menggunakan persamaan (1) di atas, maka dapat dihitung KVA baru. Data hasil pengukuran lapangan disajikan pada Tabel 3.

Oleh:
Ir. Nanan Tribuana, Staf Seksi Keamana Instalasi Ketenagalistrikan, Ditjen LPE
Ir. Wanhar, Staf Balai Pengujian Listrik dan Pengembangan Energi, Ditjen LPE
http://www.elektroindonesia.com/elektro/ener25.html

Senin, 28 September 2009

Geothermal cooling systems

Geothermal cooling systems haven’t been widely used in data centers. One of the first implementations we’ve come across is a new data center for American College Testing in Iowa City, Iowa that has been awarded Platinum certification in the Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) program, a voluntary rating system for energy efficient buildings overseen by the US Green Building Council.

The ACT facility becomes the first data center in the U.S. to complete LEED Platinum certification. A Citigroup data center in Germany has earned Platinum status, while Advanced Data Centers in Sacramento has been pre-certified for Platinum status.

The ACT data center opened in February 2008 and features 4,000 square feet of raised-floor data center space within an 8,000 square foot building. The facility is cooled by a geothermal “bore field” – a system of vertical holes drilled into the earth’s surface which house a closed-loop piping system filled with water and/or coolant. The cool earth allows the underground piping system serves as a heat exchanger. The ACT data center also has an exterior dry cooler as a backup to the geothermal system

Selasa, 15 September 2009

FM - 200

FIRE ALARM CONTROL PANEL ( FM - 200 )

Adalah alat pendeteksi sebelum terjadi kebakaran , alat biasanya di pasang pada Gedung / Ruang yang membutuhkan proteksi guna menjaga agar Gedung / Ruang terhindar dari bahaya kebakaran “SAFETY” Alat ini biasanya orang memapasang nya di tempat yang mudah terlihat dan terjangkau oleh orang lain juga memudahkan operator untuk mengoperasikan .

1. GAS FM-200 :

Adalah jenis Gas yang dapat memadamkan Api secara total,bekerjanya berdasarkan intruksi dari FACP apabila FACP sudah nyala menerima 2 input Smoke Detector . Gas FM-200 ini bertekanan tinggi sampai 25 Bar akan keLuar dalam waktu 10Detik untuk pemadaman .

2. SMOKE DETECTOR :

Adalah Equitment yang cara kerjanya sebagai pendeteksi adanya Asap , alat ini biasanya dipasang di Celling atau di bawah Rest Floor , jarak antara Smoke Detector 5x5 M.Terkecuali diruang Colidoor , bisa melebihi standart yang ada. Disesuaikan dengan ruangan (baik dari segi Estetika).


3. ALARM BELL :

Adalah Equitment yang dapat berbunyi apabila Smoke Detector sudah mendeteksi adanya Asap biasa disebut Zone-1 alat ini biasanya dipasang di tempat Setrategis agar suaranya dapat terdengar jelas .

4. HORN STROBE :

Adalah Equitment yang dapat berbunyi lampu Flassing menyala saat Smoke Detector mendeteksi adanya Asap biasanya disebut Zone-2 alat ini biasanya di pasang dekat
dengan Alarm Bell .

5. ABORT SWITCH :

Adalah Equitment yang dapat berfungsi sebagai penunda Gas FM-200 sebelum masuk hitungan Delay Timer biasa alat ini di pasang berdekatan dengan FACP untuk memudahkan pengoperasian saat hedak digunakan .

6. MANUAL RELEASE :

Adalah Equitment yang bekerja secara manual yang dapat di gunakam untuk mengeluarkan Gas FM-200 apabila dalam keadaan Emergency / Dalurat Alat ini terpasang satu paket dengan Abort Switch .


7. DO NOT ENTER LAMP :

Adalah Equitment pemberitahu disaat Gas FM 200 keluar Lampu menyala merah , alat ini biasanya dipasang di atas pintu Ruangan , disaat gas keluar pintu jangan dibuka selama 10 Menit .

8. SELENOID :

Adalah Equitment pengatup tabung Gas FM-200 apabila system di Panel Fire Alarm di aktifkan , alat ini dipasang pada Tabung Gas FM-200 .


9. FIRE CONTROL MODULE :

Adalah Equitment yang berfungsi hanya sebagai contec mengeluarkan output 24 VDC .

10.MINI MONITOR MODULE :

Adalah Equitment yang berfungsi sebagai Free Contec hanya mengeluarkan NO / NC.

“MELAKUKAN PENGETESAN DAPAT MENGUNAKAN”
Smoke Detector Tester, Asap Rokok , Magnit

CARA MELAKUKAN PENGETESAN SMOKE DETECTOR ZONE - 1

1. Bila Anda mengunakan Smoke Detector Tester atau Asap Rokok semprotkan Asap tersebut dengan jarak 5 s/d 10 Cm. kemudian tunggu sampai Smoke Detector memberi respon hingga Lampu Led Smoke Detector menyala merah berarti Asap tersebut sudah terdeteksi .

2. Apabila Anda mengunakan Magnit maka tempelkan Magnit tersebut pada permukaan Smoke Detector lalu di putar mengelilingi bibir Smoke Detector dan tunggu sampai Lampu Led indikasi menyala kurang lebih 10 sampai 15 Detik , semangkin besar Magnit yang digunakan semangkin cepat reaksinya .


3. Smoke Detector yang sudah terdeteksi Asap secara Otomatis Alarm Bell akan berbunyi , berarti Smoke Detector tersebut sudah merespon adanya Asap / Aktif Berarti sudah masuk Zone-1

4. Bila Anda tidak ingin berisik dengan adanya bunyi suara Bell maka Anda dapat menekan tombol Signal Silence,secara Otomatis suara Alarm Bell tersebut mati
atau berhenti .

5. Untuk dapat mengetahui Smoke Detector mana yang terdeteksi Asap Anda dapat melihat di Layar / Display Panel Fire Alarm disitu akan keluar tampilan nama Ruang dan Nomor Address Smoke Detector .

Senin, 24 Agustus 2009

Best Practices in Data Center Relocation

Best Practices in Data Center Relocation

http://www.datacenterjournal.com/Images/Spacer.gif

http://www.datacenterjournal.com/Images/Rule.gif

Data center relocations are complex initiatives that cross every aspect of IT and the business. Preparing for success requires an in-depth understanding and proper documentation of all facets of the interrelationships between the technology infrastructure and the supported business operations.

Many organizations make significant investments in new data center facilities, resulting in a state of the art physical plant. A frequent oversight, however, is carrying poor processes, procedures, architecture and documentation into the new site. In order to achieve the desired availability of applications and data, the maturity level of the IT infrastructure and processes must meet or exceed the design criteria of the facility.

Organizational Readiness Determines Scope

In order to understand the scope of preparations and investment required for a smooth relocation, an organization must first evaluate its readiness to undertake the initiative. The maturity of an organization’s IT infrastructure processes, procedures and documentation has a direct correlation to the complexity of the undertaking, and the level of complexity is a major factor in an initiative’s cost and risk to the business.

Organizations with well-documented, actively-managed asset management, disaster recovery, monitoring and management, and change control programs have the essential elements required to successfully complete the data center relocation. They will not have to invest in the discovery, validation or development of information and processes in order to prepare.

Conversely, gaps in these processes and documentation must be addressed prior to or in conjunction with the project. Failure to address gaps will introduce a high degree of risk to the project and could lead to outages that negatively impact the business.

Five Steps to a Successful Data Center Relocation

Step 1 – Perform a readiness assessment
Performing a best practices check-up for infrastructure management provides a baseline of the organization readiness to undertake this initiative. The objective is to evaluate the accuracy and completeness of processes, procedures and documentation. Focus areas include:

§ Support Structure – Are problem management, notification and escalation processes current and documented?

§ Service Level Agreements – Do they exist? Are they documented? Are they current?

§ Documentation – Do the five basic documents (configuration, startup, shutdown, backup, recovery) exist for each asset? Is there a central repository? Is there a document control system? Is the documentation current?

§ Asset Management – Does a current system exist that reflects all assets and related portfolio information?

§ Maintenance Contracts – Are these consolidated into a single data source, preferably the asset management system? Do the maintenance contracts reflect service levels proportionate to criticality and usage of the assets? Are contract expirations proactively managed?

§ Financial Management – Does all information related to environment lifecycle costs exist in a central repository (asset management system)? Does a total cost of ownership (TCO) model exist for each asset?

§ Change Control – Is there an actively managed process that tracks and audits all changes to the environment, including facilities, hardware, software, applications and data structures?

§ Architecture – Is the IT architecture well defined and documented? Is the architecture team involved in the design and validation of initiatives?

§ Capacity Planning – Does an automated system exist to track the usage baseline and deltas in the environment at a component level?

§ Performance Management – Does an automated system exist to track the baseline and deltas of the environment’s performance to a component level?

§ Monitoring and Management – Does an automated system exist to track the availability and service levels of the IT environment? Are support and escalation procedures automated and current?

§ Business Initiatives – Is there an overall perspective on the parallel initiatives that will be undertaken by IT and the business during the life of the data center relocation project? Are the impacts and resource requirements understood and documented?

§ Stakeholder Management – Have the basic requirements and value proposition for the data center relocation project been communicated to the business and internal/external partners? Has a communication plan been established and implemented?

§ Resource Availability – Is there a commitment of resources from each of the stakeholder groups in direct relation to the project timeline?

§ Industry Regulations – Are the compliance ramifications of the project understood and overseen by a certified organization?

§ Logistics – Have the decisions related to the location of the destination facility been finalized? Is there a strategy for the location of assets by class by facility?

§ Relocation Project – Has the project executive defined the basic initiative timeline? Is there a dedicated project manager? Does a corporate project management office (PMO) exist and has this initiative been registered with the PMO?

§ Disaster Recovery Plans – Do current validated plans exist for each environment? Because a data center relocation is essentially a managed disaster recovery event for which the IT environment will be reestablished at a different location, disaster recovery is the most pertinent area to the success of the project. A thorough disaster recovery plan provides key information about the interrelationships between the infrastructure and the business, the criticality of applications and data, and the mechanisms to mitigate risk.

Based on the project timeline, a determination needs to be made for each gap area on whether to implement a long-term or interim solution.

Step 2 – Assess the environment

This phase of the project involves gathering, combining and correlating information about assets and their use in support of the business. Analogous to a disaster recovery plan, this step baselines the environment and begins the process of asset classification. Each asset must be identified and the portfolio of information regarding its use and interrelationship to the whole environment must be established and documented. The output of this phase is the asset repository that reflects the current inventory, technical and business interrelationships, and supporting asset lifecycle information. Best practices include automated asset discovery and tracking, and the use of an industry standard repository such as a configuration management database (CMDB) that is capable of providing a comprehensive view of all aspects of each asset.

Step 3 – Design, validate and plan the project

Building upon the assessment, each asset must be correlated to the business function it supports. This step parallels the disaster recovery process of defining recovery groups; for the sake of this project, these groups will be referred to as “move groups.” Each move group represents a consolidated collection of assets that support a key business function or IT support function.

Each move group is analyzed for its criticality to the business and assigned a corresponding ranking. The disaster recovery plan for each move group is consulted, along with the technical architecture employed for availability and recovery. The result is a relocation methodology tailored for each move group based on the service level agreement, risk mitigation capabilities that currently exist and an approved business case for additional investment required to support availability or limit risk during the relocation.

The output of this project phase will be an overall project plan that includes detailed task plans, time budgets, and resource and contingency plans. A relocation calendar should detail the timing of move events in relation to business initiatives and cycles. A communication plan and command center structure should be documented and validated with all stakeholders.

Step 4 – Implement the plan

This phase is where the detailed analysis and planning pays off. Each stakeholder should understand his or her role and tasks. Decisions regarding contingencies and timelines have been established. The command center coordinates the activities, tracks and communicates progress, and performs problem management and escalation coordination. Successes and failures are documented and utilized post-relocation to improve the process for subsequent events.

Step 5 – Manage the environment post-relocation

Upon completion of the data center relocation, it is imperative to take one additional step: the incorporation of knowledge, updated processes, procedures and documentation into the normal support structure of the IT infrastructure. The relocation project will have validated or generated current information about the IT infrastructure. As change is constant in information technology, this information will have a limited shelf life. In the normal course of business, these processes, procedures and documentation all too often become a low priority for compared to the demands of the business on IT organizations. Quickly incorporating this information and implementing a process to continually refresh it will achieve a far greater long-term result than solely the relocation of assets.

The Long-term Benefits of a Successful Data Center Relocation

The benefits of carefully planned and executed data center relocation go well beyond what meets the eye of the user or customer. Done correctly, the end result is not only a seamless transition for the business, but also the creation of a set of business continuity disciplines that can validate or provide groundwork for disaster recovery and business continuity planning – as well as IT and physical security, asset management, systems documentation, change control, operating standards and processes, capacity planning, maintenance and license management, service and operating level agreements, business alignment and data center facility management.

In other words, successful data center relocation can completely transform the overall operating environment – its processes, procedures, documentation and personnel – in a way that has significant, lasting benefits for an organization’s disaster recovery readiness as well as day-to-day operational efficiencies.

About the Author:

As the director of Forsythe's data center relocation services practice, Fred Latala is responsible for the company's overall data center relocation strategy, vision, best-practice models, and the quality of solutions delivered. Latala has more than 20 years of experience in internal and external IT management roles.

By Fred Latala